Baik sebagai sahabat, rekan kerja, atasan, kawan sepermainan, bawahan, kekasih atau bahkan pasangan hidup, jika anda merasa diri pihak yang harus didengar, coba sekali-sekali berhenti terus berbicara. Ada kalanya kita perlu seksama dan serius mendengar. Kala kita (merasa) benar, belum tentu orang lain salah.
Betapa pentingnya Tuhan memberikan indera pendengaran sehingga setelah seseorang meninggal, indera pendengaran adalah kemampuan yang hilang paling terakhir sebelum ajal menepuk pundak.
Anda, saya dan kita mungkin pernah mengalami keadaan, saat ada keluarga kita yang menjelang detik-detik kematiannya, dokter meminta kita berkumpul, diminta mendampingi yang akan menemui ajal.
Saya mengutip sebuah artikel dari National Geographic (NatGeo), bahwa permintaan dokter tadi bukanlah tanpa alasan.
Karena, ketika seseorang menghadapi saat-saat terakhirnya dalam kehidupan, rupanya otak mereka masih terus memproses suara dengan cara yang sama ketika mereka berusia muda atau dalam kondisi sehat.
Penemuan dari sebuah studi baru yang telah dipublikasikan di jurnal Scientific Reports, menunjukkan bahwa kata-kata yang diucapkan kepada orang tercinta yang dalam kondisi tak berdaya menjelang kematiannya, kemungkinan masih terdengar dan justru dapat membuat mereka merasa nyaman untuk mengiringinya pergi menjauh.
Penulis penelitian menggunakan electroencephalography (EEG) untuk memantau aktivitas di otak pasien yang tidak sadarkan diri di jam-jam terakhir kehidupan mereka di sebuah rumah sakit di Vancouver, dan membandingkannya dengan EEG dari pasien rumah sakit lain yang masih dalam kondisi sadar, serta yang sehat.
Setiap kelompok memainkan serangkaian nada dalam pola berulang, tetapi sesekali ada nada yang tidak mengikuti pola umum.
Para peneliti sedang mencari sinyal otak tertentu - yang dikenal sebagai sinyal MMN (The mismatch negativity) – respons otak terhadap sesuatu yang asing, P3a dan P3b (positive-going scalp-recorded)- respons otak terhadap sesuatu yang telah terekam.
Dalam laporan penelitian, para peneliti mencatat bahwa sebagian besar pasien yang tidak responsif, menunjukkan bukti tanggapan MMN terhadap perubahan nada, dan beberapa menunjukkan respons P3a atau P3b terhadap perubahan nada atau pola.
Oleh karena itu, sistem pendengaran mereka beberapa jam menjelang kematian dapat memberikan respons serupa dengan sistem kontrol saat berusia muda dan dalam kondisi sehat.
Ah, sudahlah. Itu terlalu teknis dan terlalu ilmiah. Karena bukan itu yang ingin saya sampaikan di tulisan ini. Melainkan, bagaimana sebenarnya 'mendengar' dan 'pendengaran' sangat penting bagi manusia. Itu juga mungkin alasan non-teknis kenapa indera pendengaran paling lama mati dibanding indra yang lain: karena dengan mendengar, maka kita mengerti.
"Semua hal yang perlu dikatakan sudah pernah ada yang mengatakan sebelumnya. Tapi, berhubung tak ada yang mendengarkan, semuanya perlu dikatakan lagi."
Baik sebagai sahabat, rekan kerja, kawan sepermainan, atasan, kekasih atau bahkan pasangan hidup, jika anda merasa diri pihak yang harus didengar, coba sekali-sekali berhenti terus berbicara. Ada kalanya kita perlu seksama dan serius mendengar. Kala kita (merasa) benar, belum tentu orang lain salah.
Ingat, tidak perlu menjadi ahli komunikasi atau sarjana untuk memahami, bahwa dalam suatu proses komunikasi efektif, tidak hanya proses berbicara saja yang terjadi, tetapi ada pula proses mendengarkan yang sama pentingnya di dalam suatu komunikasi.
Kita tidak perlu menjadi pendengar yang maha baik, tidak perlu pula kita duduk terpaku, mematung tanpa bergerak hanya untuk mendengar. Karena, mendengar bukan hanya proses menganggukkan kepala, tapi turut merasa, bahwa kata lawan bicara punya makna.
Karena, mendengar adalah seni memahami diri sendiri.
"Alam memberi kita satu lidah, akan tetapi memberi kita dua telinga, agar kita mendengar dua kali lebih banyak daripada berbicara." (Zeno, filsuf Yunani).
Salah satu yang harus kita pahami, mungkin kita lupa dengan apa yang kita ucapkan, namun yang mendengar tidak pernah akan lupa. Dan, mendengar untuk mengerti akan jauh lebih baik daripada mendengar untuk menggurui.
Di dunia ini, terlalu banyak orang berkata-kata, tetapi hanya sedikit yang mau mendengarkan. Tapi kawan, ada pula manusia yang senang mendengar hanya demi menunggu kesempatan untuk mematahkan pendapat orang lain.
Banyak kisah yang mampu digambarkan karena urung mendengar. Bagaimana perang Vietnam dan pertikaian saudara di sana terjadi karena saling tak mau mendengar, dan berebut bicara.
Perundingan yang hampir mencapai kesepakatan dilanggar. Tiba-tiba saja Vietnam Utara menyerang Vietnam Selatan. Amerika Serikat pun marah, kemudian Presiden Richard Nixon memerintahkan pasukannya untuk meranjau semua lalu lintas laut dan juga menghancurkan seluruh jalur komunikasi dan transportasi Vietnam Utara. Karena mendapat serangan tersebut, akhirnya Vietnam Utara menyepakati gencatan senjatanya. Perjanjian itu disebut sebagai Persetujuan Paris, dan ditandatangani pada 27 Januari 1973.
Itulah alasan Tuhan-mu memerintahkah indera pendengaran lebih lama mati dibanding indera yang lain. Karena dengan mendengar, maka saya, anda dan kita akan tahu bahwa ada hal lain yang belum kita ketahui. Karena dengan mendengar, perang tidak akan terjadi. Karena dengan mendengar, anda tak melulu menggurui. Karena dengan mendengar, kedamaian ada di muka bumi. Karena dengan mendengar, kisah kasih akan abadi.
"Dalam mendengar ada perubahan sifat, dalam melihat ada perubahan hakekat." (Jalaludin Rumi).
POE