Ilustrasi seorang anak yang mendapatkan kekerasan/ foto: istock
Terkait kasus siswa bertindak asusila tentu ini menjadi alarm bagi kita semua, apakah anak pada generasi tersebut rentan dengan hal semacam ini. jika dilihat dari usia, anak usia 8 tahun tentu saja anak yang belum memahami dampak buruk dari tindakan yang ia terima dan lakukan.
----
Penulis : Wahyu Kurniawan (psikolog anak)
Editor: Nekagusti
Peristiwa miris terjadi di Kecamatan Dlanggu, Mojokerto. Seorang siswi TK diperkosa 3 anak laki-laki yang baru berusia 8 tahun. Setelah kasus ini terungkap, korban mengalami trauma berat dan enggan ke sekolah karena merasa malu.
Dilansir dari detik.com, pengacara korban, Krisdiyansari menyebutkan bahwa peristiwa itu terjadi pada Sabtu (7/1/2023) antara pukul 11.00 sampai 13.00 WIB. Orang tua korban pun mengadukan kasus ini ke P2TP2A Mojokerto pada Selasa (10/1/2023) pagi.
Sudah dilakukan pemeriksaan psikis terhadap korban. Kepada psikolog yang melakukan pemeriksaan korban yang masih duduk di bangku TK besar itu mengaku sudah 5 kali diperkosa salah seorang terduga pelaku. Sementara 2 terduga pelaku lain yang terlibat hanya melakukan itu pada tanggal 7 Januari 2023.
Salah seorang psikolog di Wahyu Kurniawan mengatakan bahwa kasus yang terjadi di Mojekorto yang melibatkan anak anak usia 8 tahun dengan kasus asusila tentu saja memberikan kecemasan dan ketakutan bagi seluruh orangtua apakah kondisi generasi bangsa dalam kondisi baik baik saja.
Berbagai ahli psikologi dan sosiologi pernah menjelaskan bahwa tantangan kita kedepan cenderung beragam. transformasi teknologi, perubahan gaya pendidikan, perubahan sosial masyarakat serta perubahan antar generasi dari babybomer hingga generasi alfa turut mewarnai karakter generasi bangsa.
Terkait kasus siswa bertindak asusila tentu ini menjadi alarm bagi kita semua, apakah anak pada generasi tersebut rentan dengan hal semacam ini. jika dilihat dari usia, anak usia 8 tahun tentu saja anak yang belum memahami dampak buruk dari tindakan yang ia terima dan lakukan. anak anak pada fase ini sejatinya masih masuk dalam operasional kongkrit.
Lantas dari mana mereka belajar perilaku asusila ini?
Kita tahu kemampuan imitasi anak pada usia ini sangat kuat, tentu saja berbagai media yang ia dapat entah dari hp, laptop, dan media lainnya pasti sempat anak ini konsumsi, sehingga secara tidak langsung ketika melihat video atau tindakan pornografi, tubuh akan mengeluarkan hormon dopamin. Jadi, semakin sering melihat pornografi maka dopamin akan terus keluar hingga membanjiri prefrontal cortex.
Prefrontal cortex adalah salah satu bagian dari otak yang berperan sebagai pusat kepribadian karena memiliki fungsi eksekutif dan biasanya anak atau remaja cenderung akan punya masalah pada empati, emosi, dan perilakunyapun akan sesuka hati, maka wajar rasanya tingkah anak ini jika berperilaku menyimpang dan asusila jika ia terus terfasilitasi dengan tontonan ini, maka peran orang tua harus lebih bijak dalam pengasuhan.
Dari sisi pola asuh, kita pasti menyakini anak-anak seperti ini pasti punya masalah dalam keluarga, namun entah bagaimana hasil dari pemeriksaannya ini menjadi kewenangan psikolog yang memeriksa. namun jika dilihat dari teori, anak yang tumbuh dan bertindak semacam ini biasanya ada masalah dalam keluarga, keluarga yang sangat membiarkan tentang norma, salah benar tidak diajarkan, ilmu agama sangat kurang, pengetahuan akan pentingnya pengasuhan tidak menjadi prioritas, hal lain bisa jadi orangtua anak ini menganggap dengan menggunakan handphone, anak akan lebih mudah dalam hal apapun.
Lakukan tindakan pencegahan
Akibatnya, anak rata-rata tidak dididik oleh orangtua melainkan segala sumber kebenaran datang dari sumber yang sembarangan. Sehingga sebagai orang tua kita dapat melakukan beberapa tindakan pencegahan
1. Harus ada pendidikan tentang pengasuhan positif bagi keluarga
2. Luangkan waktu untuk anak-anak, agar bisa saling bertukar kisah dan berbagi kasih, perhatian, sehingga anak-anak merasa mereka didengar
3. Program pembatasan penggunaan media belajar, jikapun hp terlanjur di berikan kepada anak
4. Batasi penggunaan hp
5. Kenalkan seksedukasi pada anak mana yang bida di sentuh mana tidak
6. Orangtua harus lebih dekat dengan anak sehingga tau persis tumbuh kembang anak
7. Perangkat setempat harus peduli tentang gaya anak bermain dan lain sebagainya karena jika masyarakat sudah dibekali tentang hal ini kemungkinan rasa aman akan terfasilitasi kuat.
8. Terkait dengan korban, tentu saja ini akan menjadi tugas yang panjang karena anak tentu akan mengalami trauma yang lama. maka perlu pendampingan dinas setempat, psikolog dan ahli dibidangnya