Opinion


Kamis, 21 Oktober 2021 10:33 WIB

Friday For Future, Greta Thunberg: Berdiri di Garis Terdepan untuk Perbaikan Iklim ?

"Kalian semua datang kepada generasi muda untuk sebuah harapan. How dare you? Kalian telah mencuri mimpi dan masa kecil saya dengan kata-kata kosong kalian," ungkap gadis 17 tahun di hadapan pimpinan PBB pada acara konferensi iklim PBB di New York, 23 September 2019" 

Gadis belia yang kini berusia 18 tahun ini berhasil menginspirasi banyak orang. Bagaimana tidak? Gerakan-gerakan penolakan perubahan iklim yang ia lakukan sejak 2018 berhasil menggerakkan setidaknya 24 negara lain, seperti Belgia, Kanada, Amerika Serikat, Inggris, Finlandia, Denmark, Prancis, dan Belanda. 

Gerakan yang dilakukan Greta dikenal ‘ Fridays for Future ’. Greta melakukan pemogokan sekolah untuk iklim. Ia berdiri di depan gedung parlemen dengan papan bertuliskan “ Skolstrejk för Klimatet ” (Mogok Sekolah untuk Iklim). Sendirian!

Memiliki nama lengkap Greta Tintin Eleonora Ernman Thunberg, ia lahir 3 Januari 2003, di Stockholm, sebagai penduduk Swedia. Greta didiagnosis dengan sindrom Asperger. Kelainan ini dianggap sebagai gangguan spektrum autism. Meski masuk dalam kelompok autisem, kecerdasan dan perkembangan bahasanya masih dianggap normal. Orang dengan kelainan ini cenderung sangat fokus pada 1 ide atau minat. Karena itu, Greta Thunberg sangat mendalami perubahan iklim dan menjadi keras terhadap ilmu ini. 

Greta menaruh perhatian pada perubahan iklim sejak usia 8 tahun. Greta mengubah kebiasaannya sendiri, menjadi seorang vegan dan menolak bepergian dengan pesawat. Menurutnya, pesawat penyumbang emisi yang memberi dampak efek rumah kaca pada bumi. Greta berkomitmen dan mulai menarik perhatian publik untuk aksi nyata pada 2018, di saat usianya masih 15 tahun. 

Pada 20 Agustus 2018, Greta bolos sekolah untuk memprotes di luar parlemen untuk tindakan lebih lanjut terhadap perubahan iklim. Berdiri sendirian di luar gedung parlemen, ia bolos pada hari Jumat untuk menuntut aksi pencegahan perubahan iklim dari para pimpinan negara. Minggu selanjutnya siswa, guru, dan orang tua menjalani aksi yang sama dan mulai menarik perhatian media untuk kampanye iklimnya.

Pada bulan September 2018, Greta memulai 'pemogokan' reguler dari kelas setiap hari Jumat untuk protes masalah iklim. Dia mengundang siswa lain untuk bergabung dengan kampanye mingguannya "Jumat untuk Masa Depan" dengan melakukan pemogokan di sekolah mereka sendiri. Di bulan November 2018 setidaknya lebih dari 17.000 siswa di 24 negara berpartisipasi dalam pemogokan sekolah Jumat. 

Greta meraih penghargaan internasional antara lain Hadiah Nobel Perdamaian, TIME 2019 Person in the year, Right Livelihood Award, serta berbagai penghargaan dunia lain. Namun, karena dianggap masih sangat muda dan belum berpengalaman, cemoohan dan ejekan dari berbagai pihak. Caranya yang keras untuk menyuarakan global warming sempat menjadi perhatian. 

Anggota parlemen konservatif dan sayap kanan mendesak boikot penampilan Thunberg di parlemen Prancis, mengejeknya sebagai "Guru Kiamat" dan "Hadiah Nobel Ketakutan". Greta kehilangan Hadiah Nobel Perdamaian yang diberikan kepada Perdana Menteri Ethiopia Abiy Ahmed. Gadis ini juga mendapat ejekan dari Trump melalui akun Twitter pribadinya. 

Greta memang sangat vokal untuk menyampaikan keresahannya. Tidak hanya vokal, Greta sangat keras pada prinsipnya, untuk menghadiri beberapa undangan sebagai pembicara di berbagai lokasi, ia lebih memilih menaiki kapal kapal tanpa emisi dari pada pesawat. 

Pada pidatonya, Greta tampak ingin menangis dan bergetar. Greta merasa para pemimpin masih belum mengambil langkah serius untuk menanggulangi perubahan iklim. Beredar pidatonya viral ketika berada di konverensi PBB dan mengejek para pemimpin yang hanya melakukan omong kosong daripada aksi nyata. 

"Saya seharusnya tidak berada di sini. Saya seharusnya kembali ke sekolah di seberang lautan," ujarnya. "Namun Anda semua datang, menaruh harapan pada kami anak muda. Beraninya Anda! Anda telah mencuri mimpi dan masa kecil saya dengan omong kosong," ungkapnya. Aktivis mengatakan ada banyak kata bagus tetapi sains tidak berbohong, emisi CO2 masih kian meningkat.

Jika dibiarkan saja, diperkirakan emisi karbon meningkat sebesar 16% pada tahun 2030.

“Membangun kembali lebih baik. Bla bla bla. Ekonomi hijau. Bla bla bla. Bersih nol pada tahun 2050. Bla bla bla . Tidak ada planet B. Bla bla bla ” ungkap Greta. 

“Hanya ini yang kami dengar dari apa yang disebut pemimpin kami. Kata-kata yang terdengar hebat tetapi sejauh ini belum membuahkan tindakan. Harapan dan ambisi kami tenggelam dalam janji kosong mereka,” sambungnya. 

“Tentu saja kita membutuhkan dialog yang konstruktif,” kata Thunberg, yang pemogokan iklim solonya pada 2018 memicu gerakan jutaan pemrotes iklim muda. “Tapi mereka sekarang sudah 30 tahun bla, bla, bla dan kemana hal itu membawa kita? Kita masih bisa membalikkan ini – sangat mungkin. Dibutuhkan segera, pengurangan emisi tahunan yang drastis. Tapi tidak jika hal-hal berlangsung seperti hari ini. Kurangnya tindakan yang disengaja oleh para pemimpin kita adalah pengkhianatan terhadap semua generasi sekarang dan yang akan datang". 

Tidak ingin hanya berpidato saja, Greta turut memberikan aksi nyata. Dimulai dengan komitmen diri sendiri. Pada 30 April 2020, Greta Thunberg menyumbangkan penghargaan $100.000 yang diterimanya kepada UNICEF untuk membeli sabun, masker, dan sarung tangan guna melindungi anak-anak dari pandemi virus Corona. 

Di tanggal 20 Juli 2020, Thunberg memenangkan Hadiah Gulbenkian pertama untuk Kemanusiaan dan menyumbangkan uang hadiah 1 juta euro untuk organisasi amal. Selanjutnya pada 19 April 2021 yayasannya akan memberikan 100.000 euro ($ 120.000) untuk Yayasan WHO untuk mendukung skema COVAX vaksin-sharing.      

Aksinya tidak terhenti karena pandemi. Ketika pemerintah membatasi atau melarang pertemuan massal untuk membendung penyebaran virus corona baru, Thunberg mendesak siswa untuk menjadikan minggu ke-82 pemogokan sekolah digital, dengan tagar #ClimateStrikeOnline .  

Dari gerakan solonya pada tahun 2018, Greta Thunberg berhasil mendirikan Yayasan Friday for Future, menggerakan penduduk diseluruh dunia untuk mulai peduli terhadap alam. Karena tidak akan ada masa depan jika perubahan iklim tidak dicegah. 

 NTA


Subscribe Kategori Ini
Pangkalpinang Bangka Selatan Bangka Induk Bangka Barat Bangka Tengah Belitung Belitung Timur