Rabu, 13 Oktober 2021 19:35 WIB

Tiga Mantra Ajaib, Wujudkan Cita: 'Trilogi Negeri 5 Menara'

Hidup pada hakikatnya adalah perantauan. Mantra-mantra ini terbukti. Ditengah liuk dan gejolak masalah, ketika kita berada di jalan yang tepat, maka tujuan pasti akan tercapai. Konsistensi untuk terus berkayuh menuju tujuan, tentang pencarian belahan jiwa, dan menemukan tempat bermuara. Muara dari segala muara.

Ahmad Fuadi
Penulis

Negeri 5 Menara menjadi novel pertama yang ditulis oleh Ahmad Fuadi. Pria kelahiran 30 Desember 1973, merupakan seorang pekerja sosial, mantan wartawan Tempo dan VOA. Novel fiksi ini berhasi meraih penghargaan Longlist Khatulistiwa Literary Award 2010, Penulis dan Fiksi Terfavorit Anugerah Pembaca Indonesia 2010, serta Buku Fiksi Terbaik, Perpustakaan Nasional Indonesia 2011. 

Negeri 5 Menara telah diterjemahkan ke beberapa bahasa. Novel bergenre edukasi, religi, roman membawa pembacanya menyelami keseharian hidup di pondok pesantren dan caranya bergelut untuk meraih cita-citanya di luar negeri. Kisah-kisah ini diceritakan dalam 3 novel yang berjudul Negeri 5 Menara dengan mantra sakti ‘ Man Jadda wajada ’, Ranah 3 Warna dengan Penyemangat dari Kata-Kata ' Man Shabara Zhafara' dan Rantau 1 Muara dengan Kalimat Ajaib ‘Man saar ala Darbi Washala’.

 Man Jadda Wajada 


Negeri 5 Menara adalah roman karya Ahmad Fuadi yang diterbitkan pada Juli 2009. Novel ini bercerita tentang kehidupan santri dari daerah yang berbeda untuk menuntut ilmu di Pondok Madani (PM) Ponorogo, Jawa Timur yang jauh dari rumah. Novel berlatar tahun 90-an ini menceritakan kekuatan kalimat " Man jadda wajada ", yang berarti siapa yang bersungguh-sungguh pasti sukses. 

Alif sebagai tokoh ‘Aku’ diceritakan sebagai anak yang tidak pernah keluar dari Tanah Minang. Karena harapan sang Ibu, dirinya terpaksa merantau ke Pulau Jawa untuk belajar. Di Pondok Madani, Alif membagikan kisahnya kepada teman-temannya mengenai mimpi mereka. Mantra Ajaib ini mengajarkan mereka untuk fokus pada apa yang dikejarnya. 

Selain Alif, ada pula tokoh Raja Lubis dari Medan, Said Jufri dari Surabaya, Dulmajid dari Sumenep, Atang dari Bandung, dan Baso Salahuddin dari Gowa. Mereka berenam sekelas mulai dari kelas 1-6. Mereka sering duduk di menara untuk merenungi cita-citanya menjelajahi berbagai benua. 

Karena masih muda, mimpi keenam anak ini sangat liar. Mereka bebas bermimpi menjadi apa saja. Menara menjadi saksi atas harapan yang ingin mereka raih. Yang mereka tahu adalah: Jangan pernah remehkan impian, walau setinggi apa pun. Tuhan sungguh Maha Mendengar.


 Man Shabara Zhafara


Mantra ajaib ini terdapat pada novel ‘Ranah 3 Warna’ karya pemuda yang sama, Ahmad Fuadi. Diterbitkan oleh Gramedia, buku ini hadir diperedaran pada Januari 2011. Usai menyelesaikan pendidikan di Pondok Madani, Alif yang menjadi tokoh ‘Aku’. Alif sangat mengidolakan tokoh Habibie dan ingin mengenyam pendidikan di Bandung seperti Habibie. 

Tapi apa? Pondok Madani tidak menerbitkan ijazah SMA-nya, sedangkan untuk mendaftar pendidikan di Sekolah Tinggi Teknologi Bandung, dirinya sangat membutuhkan ijazah SMA. Satu per satu masalah datang bermunculan. Niat untuk mengubur cita-cita muncul berkali-kali. Padahal, mimpi Alif tidak hanya di Bandung. Ia ingin mengitari benua luar, dan merantau sampai ke Amerika. 

Alif letih dan mulai bertanya-tanya: “Sampai kapan aku harus teguh bersabar menghadapi semua cobaan hidup ini?” Hampir saja dia menyerah. Di sinilah Alif sadar, mantra ' Man jadda wajada ' tidak akan mampu mewujudkan mimpinya. Hanya dengan berusaha, bukan berarti mimpi akan terus terwujud satu persatu. 

Alif lupa kalau dalam mewujudkan mimpi akan mempertemukan dirinya dengan masalah. Di saat inilah ia memahami mantra yang diajarkan di Pondok Madani yaitu, ' Man Shabara Zhafara ' yang artinya siapa yang bersabar akan beruntung. 

Dengan mantra baru ini, dapat menenangkan Alif. Ia tak sendiri. Ada Tuhan yang melihat usahanya. Tapi bisakah Alif mewujudkan mimpinya? Ranah 3 Warna adalah hikayat bagaimana impian tetap wajib dibela habis-habisan walau hidup terus digelung nestapa. Tuhan bersama orang yang sabar.

 Man Saara Ala Darbi Washala


Novel yang ditulis Ahmad Fuadi pada Mei 2013 ini menjadi seri terakhir dalam trilogi Negeri 5 Menara. Rantau 1 Muara, mengantarkan kita pada kisah Alif, tokoh ‘Aku’ yang lebih dewasa dan mapan. Jika Ranah 3 Warna menceritakan Alif yang baru lulus dari Pondok Madani, Rantau 1 Muara menceritakan kisah Alif yang baru selesai mengenyam pendidikan tinggi dan harus menghadapi pergelutan dunia kerja. 

Sebagai seorang wartawan lepas yang tulisannya ada di mana-mana, dirasa tidak akan sulit untuk mencari pekerjaan tetap. Tapi bagaimana jika situasi berbalik? Karena Alif harus mencari pekerjaan pada masa krisis ekonomi yang kuat. Masalah lain juga datang dari keluarganya, ada Ibu dan adik-adik yang harus dibiayai. 

Berkelut dengan uang, akhirnya Alif semakin serius untuk menulis. Dengan keadaan ekonomi negara yang krisis, ia menulis tentang analisis politik luar negeri. Tulisannya ini tentu dimuat di media. Tidak hanya itu, menjadi wartawan mengantarkan dirinya bertemu dengan belahan jiwa, Dinara. 

Di tengah permasalahan ini, Alif tidak putus asa untuk mengejar mimpinya ke benua lain. sembari menjadi wartawan, potongan harapan ini terus terbangun. Alif berhasil bekerja di sebuah lembaga penerbitan terkenal yang idealis. Alif yang mulai bekerja tidak berhenti untuk berusaha menggapai benua impiannya, Amerika, hingga dia benar-benar sampai ke benua tersebut sebagai mahasiswa George Washington University. 

Mantra ketiga “Man saara ala darbi washala” yang artinya siapa yang berjalan di jalan-Nya akan sampai di tujuan, menuntun perjalanan pencarian misi hidup Alif. Hidup hakikatnya adalah perantauan. Mantra ini terbukti. Ditengah liuk dan gejolak masalah, ketika kita berada di jalan yang tepat, maka tujuan pasti akan tercapai. Rantau 1 Muara bercerita tentang konsistensi untuk terus berkayuh menuju tujuan, tentang pencarian belahan jiwa, dan menemukan tempat bermuara. Muara segala muara. 

Saat ini, Ahmad Fuadi mendirikan Komunitas Menara, sebuah yayasan sosial untuk membantu pendidikan masyarakat yang kurang mampu, khususnya untuk usia pra sekolah. Komunitas Menara punya sebuah sekolah anak usia dini yang gratis di kawasan Bintaro, Tangerang Selatan. Melalui bukunya, Ahmad Fuadi mengajak siapa saja yang mampu untuk mereka yang membutuhkan. 

 NTA


#
Bagikan :

Subscribe Kategori Ini
Most Populer
Pangkalpinang Bangka Selatan Bangka Induk Bangka Barat Bangka Tengah Belitung Belitung Timur